“Cari nan haram saja susah apalagi cari nan halal”
Ungkapan di atas seolah telah menjadi legalitas utk mencari harta dgn
cara-cara nan tak halal. Begitulah sebagian kenyataan nan terjadi di
tengah masyarakat. Khususnya, dlm urusan mencari rezeki, hanya sedikit
nan mau peduli dgn rambu-rambu syari'at.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dlm hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tak lagi peduli dgn
cara utk mendapatkan harta, apakah melalui cara nan halal ataukah dgn
cara nan haram”. [HR Bukhari].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga telah menyampaikan
ancaman terhadap orang-orang nan memakan harta nan haram. Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Sesungguhnya tak akan masuk surga daging nan tumbuh dari harta nan
haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR Ahmad & Ad Darimi].
Di dlm Al Qur'an, Allah marah terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka nan suka memakan harta haram. Allah berfirman:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
“Mereka itu adalah orang-orang nan suka mendengar berita bohong, (lagi) banyak memakan nan haram”. [Al Maidah:42].
Al Qurthubi, dlm tafsirnya menyebutkan, bahwa salah 1 bentuk memakan nan haram adalah menerima suap.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menekankan agar
umatnya mencari harta nan halal. Pasalnya, ada 2 pertanyaan nan terarah
berkaitan dgn harta itu, tentang asal harta & bagaimana
membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu 'anhu,
beliau bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ
وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ
عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ
“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat,
sampai ia ditanya tentang 4 perkara. (Yaitu): tentang umurnya utk apa ia
habiskan, tentang jasadnya utk apa ia gunakan, tentang hartanya
darimana ia mendapatkannya & kemanakah ia meletakkannya, &
tentang ilmunya, apakah nan telah ia amalkan”. [HR At Tirmidzi & Ad
Darimi].
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada
kita ini dlm banyak hadits, urgensi mencari rezeki nan halal ini. Dalam
sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada 1 pun amalan
nan mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian
kepadanya. & tak ada 1 pun amalan nan mendekatkan kalian ke neraka,
melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian
menganggap rezeki kalian terhambat.
Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah
mewahyukan ke dlm hati sanubariku, bahwa tak ada seorang pun
meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya.
Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki
dgn cara nan baik. Jika ada nan merasa rezekinya terhambat, maka
janganlah ia mencari rezki dgn berbuat maksiat, karena karunia Allah
tidaklah di dapat dgn perbuatan maksiat. [HR Al Hakim & selainnya].
Demikian pula hadits Jabir Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda:
لاَ تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى
يَبْلُغَ آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ
الحَلاَلِ وَ تَرْكِ الحَرَامِ
“Janganlah menganggap rezki kalian lambat turun. Sesungguhnya, tak
ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna
rezkinya. Carilah rezki dgn cara nan baik (dengan) mengambil nan halal
& meninggalkan perkara nan haram”. (*1)
Hadits-hadits di atas memerintahkan kita ini agar memeriksa setiap
rezeki nan telah kita ini peroleh. kita ini harus bersiap diri dgn 2
pertanyaan, darimana harta itu diperoleh & kemana dibelanjakan? Oleh
karena itu, kita ini mesti mengambil nan halal & menyingkirkan nan
haram. Bahkan harta nan mengandung syubhat, hendaknya juga kita ini
jauhi.
Dalam sebuah hadits dari An Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah menyatakan:
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
“Sesungguhnya nan halal itu jelas & nan haram juga jelas.
Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat nan tak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Maka barangsiapa nan menjaga diri dari perkara
syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Dan
barangsiapa terjerumus dlm perkara syubhat, maka ia akan terjerumus
kepada perkara haram”. [Muttafaqun 'alaihi].
Rasulullah Shalallalhu 'alaihi wa sallam & para sahabat telah
mencontohkan prinsip penting tersebut secara langsung. Betapa ketatnya
mereka dlm memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dgn
sungguh-sungguh, apakah rezeki nan mereka peroleh itu halal lagi baik,
ataukah haram.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiayallahu
'anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:
لَوْلَا أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَا
“Andaikata saya tak khawatir kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan”. [Muttafaqun 'alaihi]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu 'alaiohi wa sallam bersabda:
إِنِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً
عَلَى فِرَاشِي فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ
صَدَقَةً فَأُلْقِيهَا
“Saat aku pulang ke rumah, aku dapati sebutir kurma jatuh di atas
tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil utk kumakan. Namun aku
khawatir kurma itu adalah kurma sedekah (zakat), maka aku pun
membuangnya. (*2)
Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: Al Hasan bin
Ali Radhiyallahu 'anhum mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu
memasukkannya ke dlm mulutnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata: “Cih, cih” (*3) yaitu mengeluarkan & membuangnya. Kemudian
Beliau berkata:
أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ
“Tidakkah engkau tahu bahwa kita ini tak boleh memakan harta zakat?”. (*4)
Diriwayatkan dari Abul Hauraa', bahwa ia bertanya kepada Al Hasan
Radhiyallahu 'anhuma: “Adakah sesuatu nan engkau ingat dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku masih ingat,
(yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku
masukkan ke dlm mulutku.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke
tempat semula. Ada nan berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa
kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?' Rasulullah n berkata:
‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tak halal memakan harta zakat'. “
Ini merupakan sikap wara', menghindari sesuatu nan masih meragukan
statusnya. Dan coba lihat, bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar tak memakan dari harta nan
haram. Begitu pula para sahabat.
'Aisyah Radhiyallahu 'anha bercerita, bahwa Abu Bakar memiliki budak
nan ditugaskan harus membawa bekal untuknya setiap hari. Dan Abu Bakar
selalu makan dari bekal itu. Pada suatu hari, budak itu datang membawa
makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak itu bertanya:
“Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar balik
bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku
pernah berlagak menjadi dukun utk mengobati seseorang, padahal aku tak
mengerti perdukunan, hanya semata-mata utk menipunya. Lalu ia bertemu
lagi denganku & memberiku makanan nan engkau makan itu,” Maka
spontan Abu Bakar memasukkan jarinya ke dlm mulut &
mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi perutnya”. [HR
Bukhari].
Syariat juga memperhatikan hal-hal semacam ini, yaitu anjuran
meninggalkan sesuatu nan masih diragukan status kehalalannya demi
menjaga diri dari perkara haram.
Diriwayatkan dari 'Adi bin Hatim Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku:
إِذَا أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ
أمْسَكَ عَلَيْكَ فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ
قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ
كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي
أَيُهُما قَتَلَهُ
“Apabila kamu lepaskan anjingmu, maka ucapkanlah bismillah. Jika ia
menangkap seekor hewan buruan nan masih hidup untukmu, maka sembelihlah
hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah mati, sementara
anjing itu tak memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila kamu
dapati ada anjing lain nan ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan
kamu makan, karena kamu tak tahu anjing mana nan telah membunuh hewan
tersebut”. [Muttafaqun 'alaihi].
Sebab, ada kemungkinan anjing lain nan ikut membunuh hewan tersebut
tak dilepas dgn mengucapkan bismillah sehingga tak halal dimakan.
PRASYARAT MENCARI NAFKAH
Seseorang nan akan mencari nafkah, baik
sebagai pedagang, pekerja upahan, pegawai atau profesi lainnya,
hendaklah memperhatikan 2 perkara penting berikut ini:
Pertama: Ilmu.
Berilmu sebelum berkata & berbuat Ini adalah
prinsip nan sudah disepakati bersama. Namun dlm prakteknya, prinsip ini
hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang nan menganut prinsip
ini, justru melanggarnya, apalagi orang-orang nan tak mengetahuinya.
Demikian pula dlm masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa
saja nan wajib dia ketahui berkaitan dgn amalan nan akan dia kerjakan.
Umar
bin Al Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah melarang para pedagang
(pelaku pasar) nan tak mengetahui hukum-hukum jual beli utk memasuki
pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting nan wajib
diketahuinya. Sebagai contoh, sebagai pedagang, ia harus mengetahui
waktu-waktu larangan utk berjual beli. Misalnya, pada waktu akan
ditunaikan shalat Jum'at. Dasarnya ialah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang nan beriman, apabila diseru utk menunaikan shalat
pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah &
tinggalkanlah jual beli. nan demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”. [Al Jumu'ah: 9].
Demikian pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan utk berjual beli,
masjid misalnya. Dasarnya ialah hadits riwayat ‘Abdullah bin ‘Amru
Radhiyallahu 'anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm
melarang berjual beli di dlm masjid. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An
Nasa-i & Ibnu Majah].
Seorang pedagang juga harus tahu barang apa saja nan dilarang
diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai, anjing, babi &
lainnya. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr & mengharamkan hasil
jual beli khamr, mengharamkan bangkai & hasil jual beli bangkai,
& mengharamkan babi serta mengharamkan hasil jual beli babi”. (*5)
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَمَنُ الخَمْرِ حَرَامٌ, وَمَهْرُ البَغْيِ حَرَامٌ, وَثَمَنُ الكَلْبِ
حَرَامٌ, وَ الكُوْبَةُ حَرَامٌ, وَإِنْ أَتَاكَ صَاحِبُ الكَلْبِ
يَلْتَمِسُ ثَمَنَهُ فَأَمْلَأ يَدَيْهِ تُرَابًا وَ الخَمْرُ وَ
المَيْسِرُ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Hasil penjualan khamr haram, hasil melacur haram, hasil penjualan
anjing haram, main dadu haram. Apabila pemilik anjing datang kepadamu
meminta hasil penjualan anjingnya, maka sesungguhnya ia telah memenuhi
kedua tangannya dgn tanah. Khamr, judi & setiap minuman nan
memabukkan adalah haram”. (*6)
Seorang pedagang juga dilarang berlaku curang dlm timbangan & takaran. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى
النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ
يُخْسِرُونَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang nan curang, (yaitu) orang-orang
nan apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi,
& apabila mereka menakar atau menimbang utk orang lain, mereka
mengurangi”. [Muthaffifiin:1-3].
Semua itu hanya dapat diketahui dgn ilmu. Dan masih banyak lagi
perkara lain nan berkaitan dgn larangan-larangan dlm jual beli nan harus
diketahui seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang,
etika & tata caranya.
Sebagai pegawai, seseorang juga harus mengetahui apa saja nan
dilarang berkaitan dgn pekerjaannya. Misalnya, seorang pegawai dilarang
mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal itu termasuk ghulul
(komisi) nan diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Humaid As Saa'idi
Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah berkata:
هَدَايَا العُمَّال غُلُوْلٌ
“Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk ghulul (*7) [Hadits shahih.
Telah dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani dlm
Irwaaul Ghalil 2622].
Tentu saja, bila seseorang tak mengetahui hal-hal tersebut ia bisa terjatuh ke dlm perkara haram.
Kedua: Takwa.
Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai
atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa. Secara umum
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan &
mengancam para pedagang dgn sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
التُّجَّارُ هُمُ الفُجَّارُ
“Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir”. (*8)
Pedagang nan fajir, yaitu pedagang nan tak mengindahkan rambu-rambu
syariat. Sehingga ia jatuh ke dlm larangan-larangan, seperti bersumpah
palsu utk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang & lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm memuji
pedagang nan jujur lagi bertakwa. Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu
meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang nan jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum
shiddiq & para syuhada”. [HR At Tirmidzi, Al Hakim, & Ad Darimi.
JADI, KEJUJURAN DAN AMANAH MERUPAKAN BUAH DARI TAKWA
Demikian pula
pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi,
suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga
membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia.
Sebagian orang ada nan berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya
meski dgn cara-cara nan haram, seperti korupsi, suap, penipuan,
kecurangan & lainnya. Nanti setelah terkumpul harta nan banyak, baru
berbuat baik, bersedekah & lain sebagainya. Prinsip & anggapan
seperti ini jelas salah. Sebab Allah Maha Baik & tak menerima,
kecuali nan baik-baik.
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka
ia tak memperoleh pahala darinya & dosanya terbebankan pada
dirinya”. (*9)
Sedekah & kebaikannya itu tak bernilai sedikit pun di sisi Allah.
Dia tetap terbebani dosa karena telah mengumpulkan harta melalui cara
nan haram. Jadi, anggapan seperti di atas jelas keliru.
Demikianlah 2 perkara penting nan harus dimiliki, yaitu ilmu &
ketakwaan. Jadilah pedagang atau pegawai nan berilmu & bertakwa,
sebab ilmu & takwa itu merupakan kunci kesuksesan dlm mencari rezeki
nan halal lagi baik.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426/2005M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Referensi
(*1). Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3239
& 3241), Al Hakim (II/4), Al Baihaqi (V/264 & 265), Abu Nu'aim
dlm Al Hilyah (III/156-157) dari jalur Muhammad bin Al Munkadir dari
Jabir.
(*2). Hadits riwayat Al Bukhaari (2431) & Muslim (1070), ada penyerta lain dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
(*3). Kata-kata utk menegur anak-anak dari kotoran. Maksudnya, buang & keluarkanlah benda itu
(*4). HR Bukhari (1491) & Muslim (1069).
(*5). Hadits shahih, diriwayatkan Abu Dawud (3485) & nan lainnya.
(*6).
Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ath Thabraani dlm Al Kabir (12601)
secara lengkap. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud (3482), Ahmad
(I/274-278 & 289-350) & Ath Thayaalisi (2755) secara terpisah.
(*7). Ghulul, artinya mengambil harta nan bukan haknya secara khianat.
(*8). Dishahihkan oleh Al Albaani dlm Silsilah Ahaadiits Ash Shahihah, jilid pertama.
(*9).
Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3367) dari
jalur Darraj Abu Samah dari Ibnu Hujairah dari Abu Hurairah.
sumber: www.almanhaj.or.id penulis Ustadz Abu Ihsan Al Atsari Al Maidani tags: Alaihi Wa Sallam, Abu Hurairah, Cara Cara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar