Adakalanya, ketika kita menyayangi, kita
harus menyatakannya dengan penuh perjuangan, semangat dan seolah
mengejarnya ... bahkan harus mengiba dengan penuh permohonan.
Kita sepertinya membutuhkannya, dan ingin mendapatkannya,
meski kadang kita harus menghinakan diri sendiri. Tidak ada lagi rasa
malu untuk mendekatinya, sejuta kata rayuanpun melantunkan pujian,
beribu hadiah indah kita berikan kepadanya. Namun , meskipun kita
mendapatkannya, tetapi kosong dan lirih dari ikatan kesetiaan yang
tulus, bagaikan permen yang kehabisan rasa manisnya, dikala rayuan dan
hadiah habis, musnahlah juga penerimaan itu. Bahkan dikala kita berbuat
salah, maka kesalahan kita akan menjadi alasan tepat baginya untuk
menyakiti dan meninggalkan kita. Karena kesalahan kita adalah bencana,
bukan merupakan kewajaran di hadapan dia. Baginya kesalahan itu adalah
kerendahan dan kehinaan kita, sehingga kita tidak pantas untuk
bersamanya. Kesalahan kita sulit termaafkan, meski penuh penyesalan kita
memohon, dia akan sulit sekali memaafkan.
Pada dimensi lain,
ada seseorang yang tidak kita sadari, memberikan kasih sayang tulusnya
secara sembunyi-sembunyi maupun nyata kepada kita, tanpa harus kita rayu
apalagi kita beli dengan sejumlah hadiah. Dia memberi sebelum kita
memintanya, dia mendo'akan sebelum kita berfikir untuk berdo'a, dia
memaafkan sebelum kita memohon maaf kepadanya. Sungguh sering kita
abaikan, kesucian dan kemuliaan kasih sayangnya, bahkan dia dengan setia
menunggu kita seumur hidupnya, tanpa harus merubah kemuliaan kasih
sayangnya itu.
Siapa sesungguhnya penyejuk dan pelipur lara hati kita.
Dan, siapakah sesungguhnya sumber duka nestapa yang menohok duka di hati kita.
Janganlah salah memilih wahai hati.
Jadi, siapakah sesungguhnya yang terhina?
Dan, siapa sesungguhnya yang mulia dan memuliakan?
Karena kebenaran, ketulusan kasih dan sayang adalah keagungan cinta-Nya.
(sumber : inet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar