Jumat, 13 Juli 2012

Keutamaan Dzikir...


(1) Dengan dzikir akan mengusir setan.
(2) Dzikir mudah mendatangkan ridho Ar Rahman.
(3) Dzikir dapat menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4)  Dzikir membuat hati menjadi gembira dan lapang.
(5)  Dzikir menguatkan hati dan badan.
(6)  Dzikir menerangi hati dan wajah pun menjadi bersinar.
(7)  Dzikir mudah mendatangkan rizki.
(8)  Dzikir membuat orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9)  Dzikir akan mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) Dzikir akan mendekatkan diri seseorang pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11)  Dzikir akan mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12)  Dengan berdzikir, seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) Dzikir akan semakin menambah ma’rifah (pengenalan pada Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) Dzikir mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15)  Dzikir akan mudah meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Ibnul Qayyim mengatakan,  “Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.”
(16) Dengan dzikir, hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) Hati dan ruh semakin kuat dengan dzikir. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) Dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati disebabkan lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dengan dzikir, taubat dan istighfar.
(19) Dzikir akan menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) Dzikir pada Allah dapat menghilangkan kerisauan.
(21) Ketika seorang hamba rajin mengingat Allah (berdzikir), maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) Jika seseorang mengenal Allah -dengan dzikir- dalam  keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) Dzikir akan menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) Dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) Dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) Majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) Orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) Dzikir akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
(29) Karena tangisan orang yang berdzikir, Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
(30) Sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) Dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) Dzikir adalah tanaman surga.
(33) Pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) Senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
(35) Dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.
(36) Dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) Dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap (yang lalai). Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) Orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi hamba-Nya. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Kebersamaan yang dimaksudkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)
(39) Dzikir dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, juga dapat menyamai seseorang yang menunggang kuda dan berperang dengan pedang (dalam rangka berjihad) di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.[1]
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sungguh aku banyak bertasbih pada Allah Ta’ala (mengucapkan subhanallah) lebih aku sukai dari beberapa dinar yang aku infakkan fii sabilillah (di jalan Allah).”
(40) Dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’ala menggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) Makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) Hati itu ada yang keras. Kerasnya hati dapat dilebut dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin sembuh dari hati yang keras, maka perbanyaklah dzikir pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Ketika hati semakin lalai, semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati sebagaimana timah itu dapat meleleh dengan api. Kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah.
(43) Dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) Tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya nikmat dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) Dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan dari malaikat bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)
(46) Dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) Dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.
(48) Dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan mudah diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) Dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) Orang yang senantiasa berdzikir di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, semisal gunung dan tanah, akan menjadi saksi baginya di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)
(51) Jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia (secara berlebihan), dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tersebut. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.[3]
Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Khusnuzon pada Allah....

Sesuai persangkaan hamba pada Allah. Artinya, jika seorang hamba bertaubat dengan taubatan nashuha (yang tulus), maka Allah akan menerima taubatnya. Jika dia yakin do’anya akan dikabulkan, maka Allah akan mudah mengabulkan. Berbeda jika kondisinya sudah putus asa dan sudah berburuk sangka pada Allah sejak awal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih).
Mengenai makna hadits di atas, Al Qodhi ‘Iyadh berkata, “Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat. Allah akan mengabulkan do’a jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya adalah berharap pada Allah (roja’) dan meminta ampunannya” (Syarh Muslim, 17: 2).
Inilah bentuk husnuzhon atau berprasangka baik pada Allah yang diajarkan pada seorang muslim. Jabir berkata bahwa ia pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiga hari sebelum wafatnya beliau,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).
Husnuzhon pada Allah, itulah yang diajarkan pada kita dalam do’a. Ketika kita berdo’a pada Allah kita harus yakin bahwa do’a kita akan dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya do’a dan menjauhi berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya do’a. Karena ingatlah bahwasanya do’a itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhon pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, dan Ahmad 2: 362, hasan)
Jika seseorang berdo’a dalam keadaan yakin do’anya akan terkabul, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479, hasan)
Jika do’a tak kunjung terkabul, maka yakinlah bahwa ada yang terbaik di balik itu. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3: 18, sanad jayyid).
Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam berkata,
فالإلحاحُ بالدعاء بالمغفرة مع رجاء الله تعالى موجبٌ للمغفرة
“Terus meminta dengan do’a dan memohon ampunan Allah disertai rasa penuh harap pada-Nya, adalah jalan mudah mendapatkan maghfiroh (ampunan).”
Maka yakinlah terus pada janji Allah, husnuzhon-lah pada-Nya. Janganlah berprasangka kecuali yang baik pada Allah. Dan jangan putus asa dari rahmat Allah dan teruslah berdo’a serta memohon pada-Nya.
Ya Allah, kabulkanlah dan perkenankanlah setiap do’a kami.
@ KSU, Riyadh, KSA, 13 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Sesuai persangkaan hamba pada Allah. Artinya, jika seorang hamba bertaubat dengan taubatan nashuha (yang tulus), maka Allah akan menerima taubatnya. Jika dia yakin do’anya akan dikabulkan, maka Allah akan mudah mengabulkan. Berbeda jika kondisinya sudah putus asa dan sudah berburuk sangka pada Allah sejak awal.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih).
Mengenai makna hadits di atas, Al Qodhi ‘Iyadh berkata, “Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat. Allah akan mengabulkan do’a jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya adalah berharap pada Allah (roja’) dan meminta ampunannya” (Syarh Muslim, 17: 2).
Inilah bentuk husnuzhon atau berprasangka baik pada Allah yang diajarkan pada seorang muslim. Jabir berkata bahwa ia pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiga hari sebelum wafatnya beliau,
لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ
Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).
Husnuzhon pada Allah, itulah yang diajarkan pada kita dalam do’a. Ketika kita berdo’a pada Allah kita harus yakin bahwa do’a kita akan dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya do’a dan menjauhi berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya do’a. Karena ingatlah bahwasanya do’a itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhon pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, dan Ahmad 2: 362, hasan)
Jika seseorang berdo’a dalam keadaan yakin do’anya akan terkabul, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479, hasan)
Jika do’a tak kunjung terkabul, maka yakinlah bahwa ada yang terbaik di balik itu. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3: 18, sanad jayyid).
Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam berkata,
فالإلحاحُ بالدعاء بالمغفرة مع رجاء الله تعالى موجبٌ للمغفرة
“Terus meminta dengan do’a dan memohon ampunan Allah disertai rasa penuh harap pada-Nya, adalah jalan mudah mendapatkan maghfiroh (ampunan).”
Maka yakinlah terus pada janji Allah, husnuzhon-lah pada-Nya. Janganlah berprasangka kecuali yang baik pada Allah. Dan jangan putus asa dari rahmat Allah dan teruslah berdo’a serta memohon pada-Nya.
Ya Allah, kabulkanlah dan perkenankanlah setiap do’a kami.
@ KSU, Riyadh, KSA, 13 Rabi’uts Tsani 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id

Sesuai persangkaan hamba pada Allah. Artinya, jika seorang hamba bertaubat dengan taubatan nashuha (yang tulus), maka Allah akan menerima taubatnya. Jika dia yakin do’anya akan dikabulkan, maka Allah akan mudah mengabulkan. Berbeda jika kondisinya sudah putus asa dan sudah berburuk sangka pada Allah sejak awal.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى

Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih).

Mengenai makna hadits di atas, Al Qodhi ‘Iyadh berkata, “Sebagian ulama mengatakan bahwa maknanya adalah Allah akan memberi ampunan jika hamba meminta ampunan. Allah akan menerima taubat jika hamba bertaubat. Allah akan mengabulkan do’a jika hamba meminta. Allah akan beri kecukupan jika hamba meminta kecukupan. Ulama lainnya berkata maknanya adalah berharap pada Allah (roja’) dan meminta ampunannya” (Syarh Muslim, 17: 2).

Inilah bentuk husnuzhon atau berprasangka baik pada Allah yang diajarkan pada seorang muslim. Jabir berkata bahwa ia pernah mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat tiga hari sebelum wafatnya beliau,

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ

Janganlah salah seorang di antara kalian mati melainkan ia harus berhusnu zhon pada Allah” (HR. Muslim no. 2877).
Husnuzhon pada Allah, itulah yang diajarkan pada kita dalam do’a. Ketika kita berdo’a pada Allah kita harus yakin bahwa do’a kita akan dikabulkan dengan tetap melakukan sebab terkabulnya do’a dan menjauhi berbagai pantangan yang menghalangi terkabulnya do’a. Karena ingatlah bahwasanya do’a itu begitu ampuh jika seseorang berhusnuzhon pada Allah.
Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ

Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (HR. Tirmidzi no. 3370, Ibnu Majah no. 3829, dan Ahmad 2: 362, hasan)

Jika seseorang berdo’a dalam keadaan yakin do’anya akan terkabul, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi no. 3479, hasan)

Jika do’a tak kunjung terkabul, maka yakinlah bahwa ada yang terbaik di balik itu. Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا. قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3: 18, sanad jayyid).

Ibnu Rajab dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam berkata,

فالإلحاحُ بالدعاء بالمغفرة مع رجاء الله تعالى موجبٌ للمغفرة

“Terus meminta dengan do’a dan memohon ampunan Allah disertai rasa penuh harap pada-Nya, adalah jalan mudah mendapatkan maghfiroh (ampunan).”

Maka yakinlah terus pada janji Allah, husnuzhon-lah pada-Nya. Janganlah berprasangka kecuali yang baik pada Allah. Dan jangan putus asa dari rahmat Allah dan teruslah berdo’a serta memohon pada-Nya.
Ya Allah, kabulkanlah dan perkenankanlah setiap do’a kami.

(sumber :Artikel Muslim.Or.Id


Kamis, 12 Juli 2012

MAKNA....

Tak ada kejadian sia-sia
Tak ada kejadian kebetulan

Segala sesuatu hanya bisa terjadi dengan ijin-Nya

Pasti sarat dengan makna
Pasti penuh dengan ilmu
Pasti hikmahnya melimpah

Barangsiapa yang peka dan bening hatinya.
Niscaya akan melihat keindahan Perbuatan-Nya.

Akan hilang keluh kesah dan kecewa
Berganti dengan airmata takjub terpana akan ke Maha Sempurnaan takdir-takdir Nya, ke Maha Cermatan Pengaturan-Nya

Semuanya semata-mata untuk kebaikan kita
Semuanya karena Cinta dan Kasih sayang-Nya yang melimpah kepada kita.
Subhanallah.
Walhamdulillaah. Allahu akbar.

** Bila Hati Resah Gelisah **


Bila hati terasa resah gelisah dan gundah gulana
Silakan periksa
Siapa/apa yang mendominasi hati ini
Semakin kuat harap atau takut kepada makhluk, atau semakin suka/cinta kepada makhluk/benda
Sehingga mendominasi hati dan pikiran, maka itulah penyebabnya

Tak selayaknya. Makhluk dan benda yang tak daya dan upaya jadi sandaran ataupun ditakuti, karena segala Kekuasaan dan Ketentuan hanya milik Allah semata.

Segera kembalikan kepada Yang Maha Kuasa atas segalanya
Semakin cepat dikembalikan, semakin dipasrahkan, semakin yakin akan segala kesempurnaan takdirnya
Niscaya hati akan jadi lega, nyaman, mantap mengarungi episode apapun

Alloh Maha Tau isi hati kita

Bila hati ini dipenuhi oleh selainNya, Dia tak akan suka

Bila hati ini dipenuhi olehNya

Segala urusan kita menjadi tanggunganNya.
Niscaya akan mendapatkan sebaik-baik takdir yang memuaskan dunia akhirat kita.


(by.AA Gym)

Awas Bangkrut ... !!!


Kita sering fokus kepada apa yg kita sukai, tapi sering lalai dengan apa yg membahayakan diri kita sendiri

Dan tiada yang paling membahayakan, yang membuat hidup kita selalu resah, susah serta menderita bukan hanya didunia bahkan sampai di akhirat kelak. Selain keburukan diri kita sendiri.

Sehebat apapun amal akan hancur bila tak sungguh-sungguh menjauhi perbuatan buruk.

Simak sabda Rasul Saw. :
"Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa), menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api neraka." (HR. Muslim).

Waspadalah...!!!
Keburukan diri kita adalah sumber petaka dunia akhirat kita sendiri.

naudzubillah.

HANYA ALLAH SWT PEMBERI RIZKI

Mau lari kemanapun, menjerit sekeras apapun, meminta dg airmata darah sekalipun, tetap saja yg menentukan rizki hanyalah Allah semata. Tak ada selain DIA

"Hai manusia,ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ?(Al Faathir :3)

"Katakanlah,"Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yg dikehendaki-Nya diantara hamba2-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yg dikehendaki-Nya).Dan barang apa saja yg kamu nafkahkan, maka اَللّهُ akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yg sebaik2nya."(QS.Sabaa:39)

Maka bulatkan keyakinan kepadaNYA ,sungguh2lah mematuhi perintahNya dan menjauhi apa yg tak disukaiNya.. Niscaya DIA akan menunjukan dan memudahkan kita mendapatkan rizkiNya dengan cara yg halal dan berkah.

((( --- DUNIA HANYA SEMENTARA --- )))


"Banyak orang demi dunia yang hanya mampir sebentar dan tak jadi jaminan bahagia ini, mau berkorban habis-habisan meraihnya.
namun kenapa untuk Alloh, jarang yang habis-habisan padahal DIA Pemilik dan Penentu segala-galanya yang janjinya pasti terjadi dan tidak akan meleset..!"

“Bahwasanya pahalamu akan disempurnakan (dibayar) di hari kiamat. Barangsiapa dihindarkan dari neraka dan diangkat ke surga, sungguh beruntunglah dia, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara yang memperdaya” (QS. Ali Imran : 185).

Senin, 09 Juli 2012

IBADAH..


يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. QS Al-Baqarah : 21  
Hai manusia
يَاأَيُّهَا النَّاسُ
sembahlah Tuhanmu
اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
yang telah menciptakanmu
الَّذِي خَلَقَكُمْ
dan orang-orang yang sebelummu
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
agar kamu bertakwa
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Syarah Ayat :
Ayat  ini adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah Allah ta'ala. Karena Dialah yang telah menciptakan manusia. Baik  manusia terdahulu ataupun manusia yang akan datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah dalam arti luas. Ayat ini memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah kepadaNya saja.

Dalam ayat ini juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja. Karena Alloh adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan menciptakan manusia dari ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah menciptakan langit sebagai sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya matahari, bulan dan bintang. 

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di menyatakan bahwa perintah dalam ayat ini bersifat umum untuk seluruh manusia. Sifat perintahnya sendiri umum yaitu untuk beribadah dengan segala bentuk ibadah, yaitu melaksanakan semua yang diperintahkanNya dan menjauhi yang dilarangNya serta membenarkan kabar-kabarnya. Hal ini sebagaimana perintah Alloh ta'ala dalam QS Adz-Dzariyat : 56. Allah ta'ala berfirman :

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. QS Adz-Dzaariyat : 56.

Ayat ini menegaskan tentang tujuan diciptakannya jin dan manusia di muka bumi ini, yaitu untuk beribadah kepadaNya. Makna ibdah dalam pengertian yang komprehensif disebutkan oleh Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, beliau menyebutkan :

العبادة هى اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والاعمال الباطنة والظاهرة

Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Alloh dan yang diridhaiNya berupa perkataan atau perbuatan baik yang berupa amalan batin ataupun yang dhahir (nyata).
Dari pendapat ini berarti setiap aktifitas kita yang dicintai dan diridhaiNya maka semua itu adalah bagian dari ibadah.  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ibadah (Al Khairaat / Al Ihsaan) adalah semua kerja manusia (baik perkataan maupun gerak fisik dan hati) yang mencakup kerja yang murni berhubungan dengan Khaliqnya maupun kerja yang berhubungan dengan sesamanya dalam manifestasi politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain serta kerja yang berhubungan dengan lingkungan hidup yang kesemuanya dengan syarat masuk dalam lingkup keridhaan dan kecintaan Allah.

Membahas tentang ibadah maka wajib bagi kita untuk mempersembahkan ibadah, seperti berdoa, meminta perlindungan, memohon pertolongan, bernazar, menyembelih kurban, tawakal, takut, berharap dan mencintai selain kepada Allah Ta'ala adalah perbuatan syirik, meskipun perbuatan itu dilakukan kepada malaikat, seorang nabi utusan, atau kepada hambaNya yang shaleh.

Salah satu sendi utama ibadah ialah beribadah kepada Allah dengan penuh rasa cinta, rasa takut dan penuh harap dengan menyeluruh. Beribadah kepada Allah dengan sebagian daripadanya tanpa yang lain, juga kesesatan.

Perlu diketahui bahwa mutaba'ah (mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari'at dalam enam perkara.

Pertama : Sebab.
Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima (ditolak). Contoh : Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi'raj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid'ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini -yaitu : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam sebab - adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid'ah.

Kedua : Jenis
Artinya : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh : Seorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari'at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi dan kambing.

Ketiga : Kadar (Bilangan).
Kalau seseorang yang menambah bilangan raka'at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at dalam jumlah bilangan rakaatnya. Jadi, apabila ada orang shalat zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah.

Keempat : Kaifiyah (Cara).
Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari'at.

Kelima : Waktu.
Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam.
Saya pernah mendengar bahwa ada orang bertaqarub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid'ah, karena tidak ada sembelihan yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji dan akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan i'tikad mendapat pahala atas sembelihan tersebut sebagaimana dalam Idul Adha adalah bid'ah. Kalau menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja.

Keenam : Tempat.
Andaikata ada orang beri'tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i'tikafnya. Sebab tempat i'tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata ada seorang wanita hendak beri'tikaf di dalam mushalla di rumahnya, maka tidak sah i'tikafnya, karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syari'at, Contoh lainnya : Seseorang yang melakukan thawaf di luar Masjid Haram dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, tahawafnya tidak sah, karena tempat melakukan thawaf adalah dalam Baitullah tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِينَ وَالْقَآئِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

"Artinya : Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf". [Al-Hajj : 26].

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa ibadah seseorang tidak termasuk amal shaleh kecuali apabila memenuhi dua syarat, yaitu :
Pertama : Ikhlas dan kedua : Mutaba'ah.
1.    Ikhlas, Hal ini berintikan 2 hal :
a.    Iman          : semua aktifitas harus dilandaskan pada keimanan.
b.    Ihtisab : semua aktifitas harus bertujuan mencari ridha Allah
Dari Amirul mukminin Abu Hafshin Umar Ibnul Khothob t, dia berkata : Aku mendengar Rasulullah r bersabda : Sesungguhnya setiap amal itu bergantung kepada niat, dan untuk setiap orang itu sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya akan diterima Allah dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ia inginkan atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya akan sampai kepada apa yang dia niatkan.”
Imam Asy Syafi`i, Imam Ahmad bin Hanbal, Abdurrahman bin Mahdi, Ali Ibnu Al Madini, Abu Daud, Ad Daruquthni dan lain-lain berkata : “Bahwa hadist ini sepertiga ilmu”…Al Baihaqi memberikan arahan tentang makna sepertiga ilmu tersebut “bahwa usaha / aktifitas seorang hamba dilakukan pada tiga hal : hatinya, lisannya dan anggota tubuhnya. Maka, niat merupakan salah satu di antara tiga bagian tersebut. Bahkan, niat merupakan yang paling akurat, dikarenakan dia merupakan ibadah tersendiri yang dibutuhkan oleh ibadah lainnya”.
Ikhlas karena Allah I dalam beramal adalah salah satu syarat diterimanya amal. Karena, Allah I tidak menerima amal kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas karena-Nya.

Sedangkan 2 makna ikhlas yaitu iman dan ihtisab ada pada sabda Rasulullah :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa dengan penuh iman dan ihtisab (mencari ridha Allah), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta manusia, akan tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan mereka. Nilai seseorang tidak terletak pada besarnya badan, mulianya keturunan, kerennya penampilan dan tidak pula pada popularitas dan kredibiltasnya di mata manusia. Nilai mereka yang sebenarnya di sisi Allah adalah terletak pada iman mereka, yang tercakup di dalamnya amal perbuatan yang lahir karena iman serta jiwa ikhlas yang menyertai amal. Hal tersebut berarti bahwa salah satu fokus perhatian utama manusia harus ditumpukan pada motif dan tujuan suatu pekerjaan; bukan sekedar bentuknya. Setiap pekerjaan itu ada tubuh dan ruhnya; tubuh adalah bentuk luar yang terlihat dan terdengar. Sedangkan ruhnya adalah niat yang mendorong dilakukannya pekerjaan itu dan jiwa ikhlas yang menyertainya. Tanpanya, sebuah pekerjaan tidak diterima Allah. Allah I berfirman :

وَ مَآ أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,. (QS. Al Bayyinah :5)

2.    Mutaba’ah (sebuah amal harus mengikuti tuntutan dan tuntunan Rasulullah. Allah berfirman :
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ

Sesungguhnya pada diri Rasulullah r ada contoh tauladan yang baik orang yang berharap kepada Allah dan hari akhir.”  (Qs. Al Ahzaab : 21)

Contoh tauladan yang baik ada pada Rasulullah r. Karena, orang yang mengikuti beliau adalah orang yang menempuh jalan yang dapat mengarahkannya kepada kemulian Allah I yaitu Shirotol Mustaqim (Jalan yang lurus).

Maksudnya bahwa seluruh perkataan dan perbuatan, yang lahir maupun yang batin harus sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah atau dilarang olehNya yang telah dituntunkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Dalam masalah mutaba`ah ini hendaknya kita memperhatikan beberapa kaedah di bawah ini :

فالأصل في العبادات البطلان حتى يقوم دليل على الأمر
           
Asal pada hukum ibadah murni adalah bathil sampai ada dalil yang memerintahkannya.
والأصل في العقود و المعاملات الصحة حتى يقوم دليل على المنع    

Asal pada hukum akad dan Mu’amalah adalah sah sampai ada dalil yang melarangnya
Dari keterangan tersebut dapat kita simpulkan : Bahwa mutaba’ah dalam ibadah ritual (seperti wudhu, shalat dan lain-lain) yang dipertanyakan adalah apakah ada contoh dan perintah dari Rasulullah  atau tidak yang mencakup antara lain :
-    caranya                      : Misalnya cara-cara shalat, wudhu dan lain-lain.
-    Waktunya                  : Misalnya waktu shalat, waktu haji dan lain-lain.
-    Jumlahnya                : Misalnya jumlah bilangan shalat malam dan lain-lain.
-    Jenisnya                    : Misalnya jenis binatang kurban dan lain-lain.
-    Syaratnya                  : Misalnya syarat shalat dan lain-lain.
-    Sebabnya                  : Misalnya sebab shalat malam dan lain-lain

Melanggar ketentuan tersebut berarti jatuh pada perkara bid’ah. Rasulullah r bersabda :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang beramal tanpa landasan perintah kami, maka tertolak.”

1.    Bahwa mutaba’ah dalam ibadah Mu’amalah (seperti perekonomian dan lain-lain) yang dipertanyakan adalah adakah larangannya dari Rasulullah atau tidak serta tidak melanggar sistem dan etika bermuamalah yang diajarkan beliau. Yang mencakup antara lain :
a.    Benda, barang atau bahan yang akan dikerjakan.
b.    Caranya :
-          Cara memperolehnya
-          Cara mengolahnya
-          Cara menyalurkannya
c.    Lingkungan kerja :
-          Orang-orang yang bekerja
-          Kondisi/tempat bekerja
-          Waktu bekerja dan lain-lain.
Hal tersebut perlu sekali diperhatikan dengan penuh seksama, agar semua perbuatan kita bernilai ibadah di sisi Allah I, dan tidak dipandang sia-sia.

Maka, dapat disimpulkan bahwa kita perlu menekankan pentingnya dua perkara dasar di mana suatu amal dapat diterima di sisi Allah dengan terpenuhinya dua perkara tersebut. Pertama, yaitu ikhlas, dilakukan semata-mata karena Allah, bukan karena riya, ingin dipuji atau cinta dunia. Kedua, dilakukan dengan benar dan sesuai dengan Sunnah Allah dalam ciptaanNya dan sejalan dengan petunjuk-petunjuk Allah dalam syari`ahNya.
Hal tersebut sesuai dengan penafsiran seorang imam, Fudhail bin `Iyadh ketika mentafsirkan firman Allah I :

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk :2)

Dia berkata bahwa sebaik-baik perbuatan adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Ditanyakan kepadanya : “Apa maksud yang paling ikhlas dan paling benar itu ?” Dia menjawab : “Sesungguhnya Allah tidak menerima perbuatan kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan benar. Jika perbuatan itu dikerjakan dengan benar tetapi tidak ikhlas, akan ditolak ; jika dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, juga ditolak, sampai amal itu ikhlas dan benar.

Perbuatan yang ikhlas adalah perbuatan yang dilakukan hanya kepada dan karena Allah. Sedangkan perbuatan yang benar adalah yang sesuai dengan sunnah”.
Ibnu Rajab Al Hanbali ketika menjelaskan tiga hadits Rasulullah r yang tercantum dalam kitab Al Arba`in An Nawawiyah yang dinilai sebagai ushul Islam, yaitu :
1.  إنما الأعمال بالنيات   (hadits, No : 1)
2. من أحدث في أمرنا ما ليس منه فهو رد  (Hadits, No : 5)
3. الحلال بين و الحرام بين   (Hadits, No : 6)
Beliau mengatakan : “Sesungguhnya, seluruh ajaran agama bermuara kepada melaksanakan berbagai perintah, menjauhkan berbagai larangan dan tawaqquf terhadap masalah syubhat, itulah yang terkandung di dalam hadits An Nu`man bin Basyir (Hadits, No : 6). Sedangkan hal tersebut tidak akan sempurna kecuali dengan perkara : Pertama, amal tersebut secara dzahir harus sesuai dengan Sunnah seperti yang terkandung di dalam hadits `Aisyah t (Hadits, No : 5). Kedua, amal tersebut secara bathin ditujukan mencari wajah dan keridhaan Allah U seperti yang terkandung di dalam hadits Umar (hadits, No : 1)”.
            Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata :

لاَ يَصِحُّ الْقَوْلُ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَ لاَ يَصِحُّ قَوْلٌ وَ عَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ وَ لاَ يَصِحُّ قَوْلٌ وَ عَمَلٌ وَ نِيَّةٌ إِلاَّ بِالسُّنَّةِ

 “Perkataan tidak shah kecuali dengan amal. Perkataan dan amal perbuatan tidak shah kecuali dengan niat. Perkataan, amal perbuatan dan niat tidak shah kecuali dengan Sunnah”.

Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya “Ighatsatul Lahfaan” memberikan nasehat yang amat berharga. Beliau mengingatkan : “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan makhluknya sia-sia tanpa arti. Akan tetapi, Dia menciptakan mereka guna menerima tugas taklif, mengemban amanah perintah dan larangan serta mengharuskan mereka untuk memahami apa yang ditunjukkan kepada mereka, baik secara global maupun secara rinci. Dia telah membagi mereka menjadi dua golongan, golongan yang sa`ied (berbahagia) dan golongan yang syaqiy (celaka). Dia telah menjadikan masing-masing mereka tempat kembali yang harus mereka tempati serta memberikan mereka bahan-bahan ilmu dan amal yang berwujud kalbu, pendengaran, penglihatan dan anggota tubuh lainnya sebagai sebuah kenikmatan dan anugerah yang diberikanNya kepada mereka. Maka, barangsiapa yang menggunakan semua itu dalam rangka menta`atiNya serta berupaya melangkah dalam menempuh jalan mengenal apa yang ditunjukiNya serta tidak menggantikannya dengan perkara lainnya, itu berarti dia telah sukses dalam mensyukuri apa yang diberikan kepadanya, juga berarti dia telah tepat dalam melangkah di jalan keridhaan Allah I. Dan barangsiapa yang menggunakan semua itu hanya untuk segala kemauannya dan hawa nafsunya serta tidak memperdulikan hak Penciptanya, maka pada waktunya dia akan merugi, saat ditanya tentang semua itu serta akan mendapatkan duka yang berkepanjangan. Karena, semua hak anggota tubuhnya itu pasti akan dimintakan pertanggungjawabannya untuk dihisab, berdasarkan firman Allah :

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertang-gunganjawabnya. (QS. Al Israa:36)

Sebagaian ulama salaf mengatakan : ‘Tidak ada satu perbuatanpun – sekalipun kecil kecuali akan diajukan kepadanya dua lembar pertanyaan : mengapa ? dan bagaimana? Yaitu mengapa engkau lakukan ? dan bagaimana engkau lakukan? …
Pertanyaan pertama menyangkut apakah engkau melakukannya karena Allah I ataukah karena hawa nafsu dan keinginan-keinginan lain yang engkau harapkan?
Dan pertanyaan kedua adalah pertanyaan tentang mengikuti Rasul r dalam melakukan ibadah tersebut. Artinya, apakah amal tersebut adalah sesuatu yang Aku syari`atkan melalui lisan RasulKu ataukah amalan yang tidak Aku syari`atkan dan tidak Aku ridhai?
Jalan selamat dari pertanyaan pertama adalah memurnikan keikhlasan dan jalan selamat dari pertanyaan kedua adalah dengan merealisasikan mutaba`ah (mengikuti dan mencontoh Rasulullah r, pent). Kalbu yang sejahtera berarti selamat dari kehendak yang bertentangan dengan keikhlasan serta hawa nafsu yang bertentangan dengan ittiba`. Inilah hakekat kesejanteraan kalbu yang membawa keselamatan dan kebahagiaan.”

Referensi
1.    Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor – Jabar.
2.    Menjadi Muslim Mandiri, Abdurrahman Ar-Rasyid, Hambali Swadaya Putra  Jakarta, 2009.
3.    Al-Ubudiyyah, Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah
4.    Taisir Karim Ar-Rohman Fi Tafsir Kalam Al-Manan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir  As-Sa'di.
5.    Ilmu Ushul Al-Bida',  Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi.